MENGENAL IMAM AL-HAFIZH JALALUDDIN ABDURRAHMAN AS-SUYUTI
Nama, Garis keturunan, dan nisbat yang dimilikinya:
As-Sayuthi nama lengkapnya adalah Al-Hafizh Abdurrahman ibnu Al- Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq ad-Din Ibn Al-Fakhr Utsman bin Nazhir ad-Din al-Hamam al-Khudairi al-Sayuthi. Penulis Mu’jam al-Mallifin menambahkan: Athaluni al-Mishri Asy-Syafi’i, dan diberi gelar Jalaluddin, serta di panggil dengan nama abdul Fadhal.
Ia berasal dari keturunan non arab, yang dalam hal ini asy-sayuthi sendiri pernah mengatakan:”Ada seorang yang bisa saya percaya pernah menuturkan kepada saya, bahwa dia pernah mendengar ayah saya mengatakan bahwa kakek buyut ayah adalah orang non arab dari timur. Ia menghubungkan garis keturunannya demikian: ”Kakek buyut saya adalah Damam ad-Din, seorang ahli hakikat dan guru tarekat. Darinya lahir tokoh-tokoh dan pemimpin, antara lain ada diantara mereka yang menjadi kepala pemerintahan di daerahnya, ada pula yang menjadi Hakim Perdata, dan ada pula yang menjadi pedagang. Namun tidak ada seorangpun diantara mereka yang saya ketahui menekuni ilmu secara sungguh-sungguh kecuali ayah saya.
Kelahiran dan pertumbuhannya:
As-sayuthi dilahirkan di wilayah Asyuth sesudah magrib pada malam ahad, bulan Rajab 849 H, begitulah ia mengatakannya sendiri, dan para sejarawan sepakat tentang tahun kelahiran ini, kecuali ibnu Iyas dan Ismail Pasha al-Bagdadi yang menganggap bahwa kelahiran as-Sayuthi adalah pada bulan Jumadil akhir. Ia dibesarkan dalam keadaan yatim piatu. Ayahnya meninggal dunia pada malam senin, 5 Safar 855 H, pada saat ia masih berusia 6 tahun.
Perjalanan dan masa menuntut ilmu:
Pada usia yang amat sangat muda ia telah hafal Al-Quran, dan hafalan ini menjadi sempurna betul ketika ia menginjak usia 8 tahun. Setelah itu ia lanjutkan dengan menghafal kitab-kitab semisal al-‘Umdab, Minhaj fiqh, Al-Ushul, dan Al-fiyah ibn Malik.
Selanjutnya ia menekuni berbagai bidang ilimu dan saat itu usianya baru menginjak usia 16 tahun, yakni pada tahun 864 H. Ia mempelajari Fiqh dan Nahwu dari beberapa guru, dan mengambil ilmu Faraid dari ulama di jamannya yakni Syeikh Syihab ad-Din asy-Syarmasahi, lalu menimba ilmu Fiqh kepada syeikhul Islam Al-Balqini sampai yang disebut terakhir ini wafat, dan dilanjutkan oleh putranya ‘Ilmuddin Al-Balqini. Ia kemudian berguru kepda Al-Ustadz Muhyiddin Al-Kafayaji selama 14 tahun. Dari ulama ini ia menyerap ilmu Tafsir dan Ushul, bahasa dan ma’ani, lalu menyusun buku-buku ringkas tentang ilmu-ilmu ini.
Ia banyak melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, antara lain ke kota Al-Fayun, Al-Mihlah, Dimyat, lalu menuju Syam dan Hijaj, dan seterusnya ke Yaman, India dan al-Maghrib (Maroko).
As-Sayuthi kemudian dikenal dengan orang yang begitu dalam ilmunya, dalam tujuh disiplin ilmu : Tafsir Hadist, Fiqh , Nahwu, Ma’ani, Bayan dan Badi’, melalui para ahli bahasa dan Balaqhah.
Kegiatannya menuntut ilmu:
Di dalam usahanya menuntut ilmu as-Sayuthi telah mendatangi syeikh Safuddin Al-Hanafi dan berulangkali mengkaji kitab Al-Mukasyaf dan At-Taudhih. Ia pernah pula dikirim orang tuanya mengikuti majelis yang diselenggarakan oleh al-Hafidz ibnu Hajar, dan mengkaji shahih Muslim sampai hampir tamat. Kepada ash-Shyairafi di samping kita-kitab lain seperti As Syifa’, Al-Fiyah ibnu Malik, Syarh-Asyudur, al Mughni - sebuah kitab Ushul Fiqh Mazhab Hanafiyah dan syarhnya pada Syams al- Marzabani al-Hanafi, dan mendengarkan pengajian kitab al-Mutawassith serta as-Safiyah berikut syarhnya yang ditulis oleh al-Jarudi yang disampaikan oleh ulama ini.
Selain itu, juga mempelajari Alfiah karya al-‘Iraqi, dan menghadiri pengajian ilmiah yang diberikan al-Balqini. Dari ulama yang disebut terakhir itu, as-Sayuthi menyerap ilmu yang tidak terhingga jumlahnya. Sesudah itu ia tinggal bersama asy-Syaraf al-Manawi, hingga ulama ini meningggal dunia. Dari ulama ini as-Sayuthi menimba ilmu yang tidak terbilang juga banyaknya.
Lalu secara tetap pula mengikuti pengajian yang diberikan oleh Saifudin muhammad bin muhammad al-Hanafi, serta pengajian-pengajian yang diberikan oleh al-'alamah asy-Syamani dan al-Kafiji.
Kendatipun demikian, ia tetap mengatakan bahwa ia tidak banyak mempelajari ilmu-ilmu riwayat, melebihi perhatiannya terhadap masalah yang dianggapnya paling penting dalam disiplin ilmu ini, yakni ilmu dirayah hadits.
Guru, murid dan sejawatnya:
as-Sayuthi mengakui sekitar seratus lima puluhan orang ulama sebagai gurunya, dan yang menonjol diantaranya adalah:
Ahmad zas-Syarmasahi
'Umar al-Balqini
Shalih bin Umar bin Ruslan al-Balqini
Muhyidin al-Kafiji
Al-Qadhi syarafudin al-Manawi
Sementara itu beribu-ribu orang telah pula berguru kepada dirinya, dan diantara mereka yang paling menonjol antara lain:
Syamsudin asy-sakhawi.
'Ali al-Asymuni.
Akidahnya:
Dari karangan-karangan yang membela para sahabat dan tetap berpijak pada sunnah, maka tampaklah bahwa mazhab yang dipilihnya adalah mazhab ahlus sunnah. Tidak ada hal lain yang dapat diketahui tentang dirinya dalam persoalan ini, selain kecendrungannya kepada tasawuf yang telah dirintis oleh kakek buyutnya Hamam.
Kendatipun demikian, ilmunya yang demikian mendalam tentang Al-Qurn dan sunnah, telah mampu membentengi dirinya dari penyimpangan-penyimpangan yang banyak dialami oleh para pengikut aliran sufi, yang jauh menyimpang dari Al-Quran dan Sunnah.
Pengaruh intelektualitasnya:
Begitu usianya menginjak 40 tahun, ia segera mengasingkan diri dari keramaian, dan menunjukkan perhatian dalam bidang karang-mengarang, sehingga hanya dalam waktu 22 tahun saja ia telah membanjiri perpustakaan-perpustakaan Islam dengan karya-karyanya dalam berbagai bidang, ilmu dalam jumlah sekitar 600 judul, semisal tafsir dan ilmu tafsir, Hadits dan ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, bahasa Arab dengan berbagai cabang ilmunya, sirah Nabawiyah, dan Tarikh.
Penullis hidayah al-A’rifin mengemukakan sejumlah besar karangan yang telah ditulis oleh asy-Sayuthi yan jumlahnya mendekati apa yang kami sebutkan itu, yang diakui kebenarannya oleh yang bersangkutan.
Cukuplah sekiranya di sini bisa kami sebutkan saja beberapa diantara karya-karyanya yang paling menonjol dalam ilmu Hadits lantaran kaitannya yang demikian erat dengan topik kajian kita sekarang ini.
Pertama: tentang Hadits
Zahr ar-Rabbiy “Ala Mujtaba Li an-Nasa’i
Al-Hawalik ‘Ala Muwaththa’ Malik.
Marqat ash-Shu’ud Syarkh Sunan Abi Dawud.
Jam’u aljawami’ Aw al-jami’ al-Kabir.
al-Jami’ ash-Shaghir wa Dzailuh.
Kedua: Dalam ilmu Hadits.
Tadrib ar-Rawi bi syarkh Tawqrib an-Nawawi.
Al al-fiyah fi al-Hadits.
As’af al-mabtha’ bi Rijal al-Muhtha’.
Durr as-sahabah Fi Man Nazal al-Nishir Min al shahabah.
Natsr al-“Abir fi Takhrij Ahadits asy-syarkh al-Kabir
Wafatnya:
Hidup syaikh as-syayuthi sarat dengan kegiatan menghimpun ilmu dan mengarang. Untuk itu ia mengeram dirinya di rumah dalam kamar khusus yang di sebut Raudhah al-Miqyas dan hampir-hampir tidak beranjak dari situ. Ia terus menerus terlibat dalam hal ini hingga akhir hayatnya sesudah menderita sakit dan kelumpuhan total pada tangan kirinya selama seminggu. Nampaknya karena sakit yang di derita inilah ia lalu meninggal dunia pada hari kamis, 19 Jumadil Ula 911 H di tempat kediamannya, lalu dimakamkan di Hausy Qousun.
Dikutip dari: Proses lahirnya sebuah Hadits karya: Al-Hafizh Jalauddin as-Sayuthi, hal:41-45. Penerbit: PUSTAKA, Bandung, 1406 H – 1985 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Barangsiapa yang menghormati dan menghargai orang lain maka sebenarnya dia sedang menghormati dan menghargai dirinya sendiri